Simak Perbedaan Merger, Akuisisi, Konsolidasi, dan Spin-Off.

Dinamika dunia bisnis menuntut perusahaan untuk terus beradaptasi dengan perubahan pasar, regulasi, serta strategi bisnis. Salah satu bentuk adaptasi tersebut adalah melalui restrukturisasi perusahaan yang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti mergerakuisisikonsolidasi, dan spin-off

Keempat tindakan korporasi ini tidak hanya berimplikasi pada aspek bisnis, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum yang penting. Dalam melakukan perbuatan hukum merger, akuisisi, konsolidasi dan spin-off wajib memperhatikan kreditor perseroan, dimana dalam beberapa kasus, perseroan memerlukan izin dari kreditor untuk melakukan keempat tindak korporasi dan/atau perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu, pemahaman terhadap kerangka hukum yang mengatur restrukturisasi perusahaan sangat penting, terutama dalam rangka menjaga kepatuhan dan memitigasi risiko hukum. Artikel ini akan menguraikan perbedaan antara merger, akuisisi, konsolidasi dan spin-off berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia.


MERGER (PENGGABUNGAN)

Merger adalah proses hukum di mana satu atau lebih perusahaan menggabungkan diri ke dalam perusahaan lain yang tetap berdiri, sementara perusahaan yang bergabung kehilangan status hukumnya. Dalam konteks hukum Indonesia, definisi merger tercantum dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 (UUPT), yang menyebutkan bahwa penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Proses merger melalui tahap tahap sebagai berikut :

  1. Direksi mengumumkan ringkasan rancangan merger pada surat kabar sebagai pemberitahuan kepada kreditor perseroan untuk selanjutnya kreditor memberikan persetujuan atau mengajukan keberatan;
  2. Dalam hal kreditor telah menyetujui penggabungan, perseroan dapat meminta Konsultan Hukum membuat laporan pemeriksaan hukum dan laporan pendapat hukum atas perseroan yang akan menerima penggabungan;
  3. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan Menyusun rancangan penggabungan;
  4. Setelah rancangan penggabungan mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris dari setiap perseroan, rancangan penggabungan tersebut diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
  5. Setelah rancangan penggabungan disetujui dalam RUPS, persetujuan tersebut harus dituangkan ke dalam akta merger yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris dalam Bahasa Indonesia;
  6. Pencatatan dan persetujuan merger oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham);
  7. Pengumuman merger di Surat Kabar.

AKUISISI (PENGAMBILALIHAN)

Akuisisi atau pengambilalihan dalam konteks hukum Indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 11 UUPT sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.

Merujuk pada Pasal 125 ayat (1) UUPT, akuisisi dilakukan secara langsung melalui pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari Pemegang Saham. 

Dalam hal akuisisi dilaksanakan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan akuisisi kepada Direksi perseroan yang akan diambil alih dan harus menyusun rancangan pengambilalihan. Namun dalam hal akuisisi dilaksanakan langsung dari Pemegang Saham, penyampaian maksud dan tujuan serta rancangan pengambilalihan tidak diperlukan namun wajib memperhatikan ketentuan pada anggaran dasar perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh perseroan dengan pihak lain.

Akuisisi dapat dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan. 

Proses akuisisi melalui tahap tahap sebagai berikut :

  1. Direksi mengumumkan ringkasan rancangan akuisisi pada surat kabar sebagai pemberitahuan kepada kreditor perseroan untuk selanjutnya kreditor memberikan persetujuan atau mengajukan keberatan;
  2. Jika dalam waktu 14 hari setelah pengumuman tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui akuisisi perusahaan;
  3. Perseroan dapat meminta Konsultan Hukum membuat laporan pemeriksaan hukum dan laporan pendapat hukum mengenai akuisisi perseroan;
  4. Penyelenggaraan RUPS untuk mengeluarkan keputusan dan/atau persetujuan akuisisi perseroan;
  5. Pembuatan Akta akuisisi dihadapan Notaris dalam Bahasa Indonesia;
  6. Pencatatan dan persetujuan akuisisi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham);
  7. Pengumuman hasil akuisisi ke dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih.

KONSOLIDASI

Konsolidasi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang semuanya bubar untuk membentuk suatu perusahaan baru. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UUPT, konsolidasi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan suatu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Berbeda dengan merger yang menyisakan satu entitas lama, konsolidasi menghasilkan entitas hukum baru yang menggantikan kedudukan hukum seluruh perusahaan sebelumnya yang wajib didirikan sesuai ketentuan pendirian perseroan, dalam kata lain semua entitas lama bubar dan muncul entitas baru sebagai hasil dari konsolidasi. Prosesnya pun serupa dengan merger, meliputi penyusunan rancangan konsolidasi, pemberitahuan kepada karyawan, pemberitahuan serta persetujuan dari kreditor, persetujuan RUPS dan persetujuan dari Kemenkumham.


SPIN-OFF (PEMISAHAN USAHA)

Spin-off atau pemisahan usaha adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau Sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih. Berbeda dengan merger, akuisisi dan konsolidasi, spin-off merupakan tindakan memecah perusahaan menjadi dua atau lebih.

Merujuk pada Pasal 135 ayat (1) UUPT, pemisahan atau spin-off dapat dilakukan dengan pemisahan murni dan pemisahan tidak murni, yaitu sebagai berikut :

  1. Pemisahan murni yang mengakibatkan seluruh kekayaan perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan spin-off berakhir karena hukum sehingga hasil dari pemisahan murni tersebut adalah berdirinya dua perseroan baru atau lebih dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir demi hukum;
  2. Pemisahan tidak murni yang mengakibatkan kekayaan perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan spin-off tersebut masih tetap ada.

Berikut merupakan tahapan yang harus dilakukan dalam melaksanakan spin-off :

  1. Direksi mengumumkan ringkasan rancangan spin-off pada surat kabar sebagai pemberitahuan kepada kreditor perseroan untuk selanjutnya kreditor memberikan persetujuan atau mengajukan keberatan;
  2. Jika dalam waktu 14 hari setelah pengumuman tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui spin-off perusahaan;
  3. Penyelenggaraan RUPS untuk mengeluarkan keputusan dan/atau persetujuan spin-off perseroan;
  4. Pembuatan Akta pemisahan dihadapan Notaris dalam Bahasa Indonesia;

PERAN KPPU 

Restrukturisasi korporasi seperti merger dan akuisisi juga harus memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU mewajibkan pelaporan transaksi merger, konsolidasi, atau akuisisi yang memenuhi ambang batas nilai tertentu dalam waktu 30 hari kerja setelah efektif secara hukum.


Merger, akuisisi, konsolidasi, dan spin-off adalah instrumen penting dalam strategi pertumbuhan dan efisiensi perusahaan. Namun, pelaksanaannya tidak bisa lepas dari peraturan hukum yang ketat untuk melindungi kepentingan pemegang saham, kreditor, karyawan, dan publik. Oleh karena itu, pentingnya peran konsultan hukum untuk memastikan kepastian hukum dan kepatuhan dalam melaksanakan ke-empat tindakan korporasi tersebut. Konsultasikan kepada Master Corporate-ku!