Saham merupakan salah satu bentuk kepemilikan dalam suatu Perseroan Terbatas (PT), yang memberikan hak-hak tertentu kepada pemegangnya, seperti hak atas dividen dan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam praktiknya, sering muncul pertanyaan: apakah saham dapat diwariskan? Hal ini menjadi penting terutama dalam konteks perencanaan waris atau ketika seorang pemegang saham meninggal dunia. Saham dalam Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk kepemilikan yang dapat diwariskan kepada ahli waris, namun memerlukan proses secara hukum dan terkadang tidak selalu berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan sengketa.
Saham sebagai Benda yang Dapat Diwariskan.
Menurut Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), warisan meliputi segala sesuatu yang dimiliki oleh pewaris, baik berupa hak milik maupun hak-hak lain yang bersifat kebendaan dan dapat dialihkan kepada orang lain. Saham sebagai bentuk kekayaan masuk dalam kategori benda bergerak yang dapat dimiliki dan dialihkan. Oleh karena itu, secara yuridis, saham dapat diwariskan
Selain itu, Pasal 833 KUHPerdata menyatakan bahwa :
“Para ahli waris dengan sendirinya karena hukum mendapat hak milik atas semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.”
Ini berarti bahwa apabila seorang pemegang saham meninggal dunia, maka kepemilikan saham tersebut otomatis beralih kepada ahli warisnya, sejauh tidak ada ketentuan lain yang membatasi dalam anggaran dasar perseroan.
Pengaturan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT).
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) juga memberikan kerangka hukum yang relevan. Dalam Pasal 60 ayat (1) UU PT, disebutkan bahwa :
“Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud pada Pasal 52 kepada pemiliknya.”
Merujuk pada Pasal 52 ayat (1) UUPT, hak yang dimaksud adalah :
- Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
- Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
- Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini (UUPT).
Artinya, pada prinsipnya saham dapat berpindah tangan melalui berbagai cara, termasuk melalui pewarisan.
Namun, perlu dicermati bahwa dalam hal saham dari PT Tertutup, Anggaran Dasar (AD) perusahaan dapat membatasi pengalihan saham kepada pihak luar, termasuk ahli waris. Misalnya, Anggaran Dasar (AD) dapat mencantumkan ketentuan bahwa ahli waris harus mendapatkan persetujuan direksi atau pemegang saham lainnya sebelum dapat menjadi pemegang saham secara sah. Dalam hal ini, perusahaan tidak dapat menolak warisan itu sendiri, tetapi dapat membatasi hak menjadi pemegang saham bagi pihak ahli waris.
Jika terjadi pembatasan demikian, maka saham tetap menjadi milik ahli waris, namun ahli waris tidak serta-merta dapat menggunakan hak-hak sebagai pemegang saham sebelum memenuhi ketentuan dalam AD.
PROSEDUR PEWARISAN SAHAM
1. Penetapan Ahli Waris
Pemegang Saham selaku pewaris menyatakan siapa saja yang berhak menerima warisan dengan memperoleh surat keterangan waris dan/atau akta waris yang sah. Dalam hal saham diwariskan kepada lebih dari satu orang, maka seluruh ahli waris perlu membuat kesepakatan Bersama menggunakan akta kesepakatan untuk menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari.
2. Pembuatan Akta Pemindahan Hak Atas Saham
Pewarisan memang terjadi secara hukum, namun pembuatan akta pemindahan ha katas saham merupakan hal yang penting dan diperlukan untuk keperluan administrasi dan pencatatan di dalam Daftar pemegang Saham (DPS) perusahaan dan sebagai bukti hukum yang resmi bahwa saham tersebut telah berpindah dari pewaris ke ahli waris sebagaimana diatur pada Pasal 56 ayat (1) UUPT bahwa pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. Pihak yang berwenang membuat akta tersebut adalah Notaris.
3. Persetujuan dan Pencatatan oleh Perseroan
Sebagaimana diatur pada Pasal 57 UUPT yang menyatakan bahwa pemindahan ha katas saham karena waris tetap membutuhkan persetujuan dari organ perseroan yang biasanya disetujui melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan dilaksanakannya proses ini maka ahli waris sebagai pemegang saham baru sudah diakui sebagai pemegang saham yang sah dalam internal Perusahan.
4. Pencatatan Di Dalam Daftar Pemegang Saham (DPS)
Dalam waktu 30 hari setelah pencatatan, Direksi wajib untuk memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan HAM untuk di catat dalam DPS.
Suatu hal yang penting bagi Pemegang Saham untuk memahami kejelasan mengenai mekanisme pengalihan hak atas saham melalui waris, demi menghindari sengketa di kemudian hari. Oleh karena itu perlunya pendampingan dari tenaga profesional agar proses berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Master Corporate-ku siap membantu dalam pengurusan pemindahan hak atas saham karena waris.